Terlalu banyak tawa memang hanya akan menggilas hati dengan derita sesudahnya. Tepat seperti apa yang kurasakan sekarang. Diperbudak oleh kebodohan yang mengatasnamakan cinta, mengharapkan laki-laki yang sudah terlalu banyak menorehkan luka dan melukai asa laki-laki yang justru berharga.
Mata begitu sembab dan perih akibat runtuhnya air mata. Berjam-jam pun rela dihabiskan untuk menangisi seorang yang tak patut lagi mendapatkan perhatian itu. Namun apa daya, ketika hati tak kuasa terbakar kesedihan dan gundah gulana.
Hidup segan, mati pun tak mau. Kata picisan dan murahan. Sama seperti hidup yang hendak kudramakan ini. Sampah. Sedetik bahagia dan sedetik kemudian murka, atau lebih tepatnya kecewa atas perlakuan yang jelas tidak pantas ini.
Mengapa manusia mau dikangkangi cinta? Atau kebodohan-kebodohan yang menyertainya? Mengapa ini semua sakit dirasa? Mengapa?
Sepanjang malam mengurai air mata, berjanji takkan mengulangi kesalahan yang sama, kemudian berubah keesokkan harinya, ketika buaian-buaian gombal tak bermakna kembali terlontar di depan muka. Hati luluh karenanya. Bodoh. Tapi benar adanya.
Mengapa?
Semua kesenangan yang kau berikan hanya semu. Semua impian indah hanyalah dongeng belaka. Tak pernah sekalipun ada niatan tulus dari hatimu untuk membahagiakan aku sepenuhnya. Janji palsu, semuanya itu.
Kamu memang hebat dalam berkata-kata, berpuisi, dan bicara. Dan aku takluk olehnya. Tapi kamu akan merasakan akibatnya. Kamu akan lumpuh suatu saat, di hadapan cinta, walau itu mungkin bukan aku. Dan bukan sekarang. Tapi aku yakin kamu akan menerima balasnya. Menderita. Karena cinta.
No comments:
Post a Comment