Bintik-bintik
jerawat yang muncul di wajah selalu menandakan sesuatu. Perasaan berbunga-bunga
karena jatuh cinta; sekumpulan permasalahan yang sedang melanda; atau musim
runtuhnya indung telur yang telah tiba. Yang pasti, bintik-bintik yang hinggap
di wajahku ini tidak lagi karena gelora asmara yang memang sempat memanas,
tetapi karena segumpal pergulatan di kepala yang tak pernah usai, yang ingin
kurangkai semuanya di sini. Sampai terasa lega dan menyisakan rongga.
Seperti
yang telah berkali-kali kukatakan sampai bosan orang mendengar: aku lelah. Aku
tidak pernah berhenti memikirkan ke mana hidup ini ingin kubawa. Ke mana hatiku
akan bermuara. Aku tak menangkap ke mana kaki ini ingin melangkah dan aku
semakin gerah dengan semua kegiatan yang menguras tenaga dan pikiran.
Dan
dengan bodohnya hanya satu yang kutahu, kuyakini dengan kuat. Aku ingin dia.
Aku ingin menghabiskan sisa hidupku dengannya. Dengan orang yang selama ini
kucoba pahami amarahnya, selami pemikirannya, dan cintai kekurangannya. Orang
yang membuatku jatuh bangun dan tergila-gila untuknya. Aku takluk dengan
pesonanya. Pesona yang di satu sisi menindas, tetapi di sisi lain terus
mengganas.
Dia
bukan orang yang sempurna. Justru aku melihat keterbatasannya untuk turut
memahami aku, untuk setidaknya peduli dan memperhatikan aku. Menyayangi aku
sebagaimana aku ingin disayangi. Dia tidak punya sedikitpun belas kasihan
padaku dan pada hidupku. Herannya, aku tidak menyerah. Aku merasa dialah orang
yang kutunggu-tunggu. Orang yang selalu kudamba sepanjang waktu. Dan aku ingin
menghabiskan sisa hidupku berasamanya.
Walaupun
pahit pasti terasa. Walaupun kegetiran terus meramaikan suasana. Walaupun sakit
hati seakan pasti. Walaupun kesedihan menjadi tidak terelakkan lagi. Tapi aku
mau! Aku mau diinjak-injak kebutaan akan cinta, karena itu adalah satu-satunya
jalan mencapai bahagia.
Tak
perlu bicara, aku tahu benar betapa kenaifan itu menguasai sendi-sendi tubuhku
dan mengalir dalam darahku. Aku hanya mau mempercayai apa yang ingin
kupercayai. Aku hanya ingin tahu bahwa aku mau mengabdi padanya. Pada orang
yang tak pernah peduli pada pengabdian itu. Pada orang yang di banyak waktu
mengecewakan aku.
Tentu,
ada sejumput rasa dalam dada yang selalu berkata bagaimana ini semua akan
berakhir. Kepahitan dan kesedihan yang mendalam. Egoisme yang terus mengadu dan
mencapai ambang batasnya. Tetapi itu tidak membuatku mangkir. Aku ingin jalan
terus. Mencintai dengan tulus.
Seandainya
saja kamu tahu bagaimana aku padamu. Seandainya kamu tahu betapa dalamnya harapan
yang bersemayam dalam hati. Seandainya kamu sedikit peduli.
Seandainya
kamu pun berperasaan sejalan. Yang mungkin hanya khayalan.
2 comments:
Gadis, i started crying once reading the second passage of this post. it's just very capturing my feeling and my thought dis. sorry dis im being cengeng :( fully appreciate to ur post muahh
Thank you, Dimba. missing you much!
Post a Comment