Thursday, September 29, 2011
****
Thursday, September 15, 2011
:'(
Morning Prayer
Tuesday, September 13, 2011
Dedicated to Hans Ching for the wonderful gift :)
Sunday, September 11, 2011
Unconditional Positive Regard
Thursday, September 8, 2011
Bye-Bye
You were here and now you are gone. So quickly you hit my road, bumped into my hectic life and turned my cheek into blush. I could not deny the fact that you brought something back to my life, something that has long been gone, the spark I had for none for a while. You promised every great thing a girl would have known. Yet you acted like you were alien and I did not know you any longer. I told you I did not get you. And I was tired with the way you behaved. So there were we, fighting and got lost against the dream we built together. But I will let you go to find what you’ve been longing for.
Thought you were gonna pop up just like a prince in fairy tales. But you did not. And you left me in the corner with no one to hold. Though I am weak and might need you desperately, I could bear it no more. I am sorry. I wish you understand. Really wish you do.
Sunday, September 4, 2011
Let's gain a new strength for the day!
Kemana?
Aku tak tahu apakah aku pernah merasakan rasa ini sebelumnya atau belum. Lebih tepatnya, aku tidaklah peduli. Yang aku tahu dan yang kupedulikan adalah aku lelah. Aku lelah ada di dalam persimpangan ini, aku lelah digempur semua problematika dan kesulitan ini. Aku lelah dihantam kekecewaan orang lain atas sifatku, dan aku juga lelah mencoba mengarungi semua itu.
Jelas aku menerima kritik. Aku terbuka akan kritik. Tidak berarti ketika aku lelah, aku tidak mau menerima kekuranganku. Namun ini semua begitu pedih di hatiku. Aku malu, dan aku lelah bertubi-tubi sudah dihujani pernyataan-pernyataan itu. Yang positif juga ada. Yang negatif juga ada. Tapi yang positif tidak mampu mengalahkan kekuatan si negatif merasuki otakku.
Dan otakku begitu kuat mencerna semua itu, hingga kini aku tak punya lagi kepercayaan diri, ataupun hasrat untuk bangkit lagi.
Belum cukup dewasa. Ternyata aku belum cukup dewasa, walaupun umurku sudah menginjak kepala dua. Menyelesaikan masalah masih dengan air mata, dan teriakan yang membabi buta. Aku masih terlalu lugu, belum mengekspos diri menghadap dunia. Aku masih menjunjung tinggi idealisme ku, yang sama seperti idealisme lainnya, hanya berakhir di tempat-tempat sampah. Aku masih percaya ada harapan di dunia. Aku masih percaya aku bisa mengubah semuanya. Tapi aku rasa, aku salah. Realitas telah mengoyak-ngoyak semuanya itu, memojokkan aku di sudut sempit ini, di mana aku terpuruk hampir mati karena tak percaya apa yang terjadi. Aku belum bisa menerima itu semua. Dan itu tandanya aku tak cukup dewasa.
Tudingan demi tudingan aku terima. Namun satu yang pasti, tanpa tudingan itu pun, aku tahu aku payah. Aku tahu aku tidak bisa apa-apa. Aku hanya seonggok daging tak berguna. Punya nyawa, tapi tak miliki karya.
Melelahkan sekali rasanya untuk berusaha menjadi orang serba bisa, menyenangkan hati si tuan dan si nyonya. Dan bukan hanya mereka, aku menjadi pelayan bagi puluhan lainnya. Walaupun terbatas, aku tak mau dihitung pas-pasan. Aku mau memberikan bukti nyata. Tapi perasaan itu cuma menjerumuskanku di dalam lubang yang lebih dalam.
Rasa sensitif dan peka yang berlebihan ini kadang hanya membuatku susah. Membuatku sengsara. Bagaimana tidak, aku tak tahan melihat si ini dan si itu begitu terluka. Aku pun menawarkan sayap membantu menopang mereka. Hati ini mudah teriris untuk hal kecil saja. Dan kalau sudah begitu, akhirnya aku yang berakhir merana.
Tapi aku cuma ingin membantu! Dan kenapa aku tidak diberikan kekuatan itu untuk membantu? Kenapa hanya hati saja yang terasa teriris yang aku punya? Kenapa tidak disertai dengan kemampuan materi dan lainnya?
Aku muak dengan sifatku. Aku muak dengan ketidakpercayaan diri ini. Tapi apa sih yang aku punya? Apa sih modalku memulai segalanya dari pertama? Apa ada? Siapa sih yang bisa memberi tahuku bagaimana caranya berubah? Bagaimana?
Aku bukan hanya lelah. Aku muak dengan semua ini. Aku cuma butuh pertanda, jika bukan cara. Lantas kemana harus aku berlari? Kemana?
(Curhatan minggu yang lalu)